Kelompok - KASUS BAYI DEBORA DAN RS MITRA KELUARGA - Nadya, Irma, Yoga


Category: Service
Dikabarkan bayi Debora meninggal akibat terlambat mendapat pertolongan dan juga tidak mendapatkan ruang perawatan khusus. Bayi Debora (Tiara Debora) yang berusia empat bulan, dibawa ke IGD RS Mitra Keluarga Kalideres pada Minggu, 3 September 2017. Pada sekitar pukul 03:30 WIB, Rudianto Simanjorang dan Henny Silalahi membawa anaknya ke rumah sakit tersebut karena mengalami sesak nafas.
Orang tua Debora menjelaskan rumah sakit menolak merawat Debora di fasilitas Pedriatric Intensive Care Unit (PICU) karena tidak mampu memenuhi biaya administrasi Rp. 19,8 juta. Saat itu, orang tua Debora baru memiliki dana sebesar Rp. 5 juta untuk fasilitas pelayanan PICU. Pihak rumah sakit menolak merawat Debora di ruang PICU. Lalu orang tua Debora meminta untuk memakai BPJS, namun pihak rumah sakit beralasan tidak menerima pasien BPJS. Mereka membuat surat rujukan bagi rumah sakit lain yang menerima pasien BPJS.
Sejumlah rumah sakit ditelpon, namun tak ada satupun yang fasilitas PICU-nya kosong. Lalu, Henny mengunggah status di akun media sosial Facebook dan menghubungi teman-temannya untuk meminta dicarikan rumah sakit.
Pada pukul 09:00 WIB orang tua Debora mendapat kabar bahwa RS Koja yang memiliki PICU, dan bersedia menampung anaknya. Namun, ketika dokter dari RS Mitra Keluarga Kalideres menghubungi rumah sakit RS Koja, kondisi bayi Debora makin memburuk. Tak lama kemudian bayi Debora yang berusia 4 bulan itu meninggal dunia. Dan kejadian ini sungguh miris.
Mengenai kasus Debora, RS Mitra Keluarga telah dengan sengaja melanggar Undang-Undang dengan ketentuan pasal 32 ayat 1 dan 2 serta Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Karena dalam keadaan darurat seperti itu, seharusnya rumah sakit lebih mementingkan keselamatan pasien. Menurut politikus Partai Amanat Nasional (PAN), semua aturan perundangan itu semestinya dapat ditaati. Dia menambahkan, aturan itu dimaksudkan agar rumah-rumah sakit dan fasilitas kesehatan masyarakat tetap teguh pada jalur pelayanan kemanusiaan.
Sementara itu Menkes (Menteri Kesehatan) menjatuhkan sanksi administrasi untuk rumah sakit Mitra Keluarga, Kalideres terkait kematian bayi Debora. Keputusan tersebut merupakan hasil penelusuran investigasi Kementerian Kesehatan yang tertuang dalam surat resmi Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor UM.0105/Menkes/395/2017 tertanggal 13 September 2017.
Dalam surat tersebut, tercantum sejumlah poin hasil penelusuran Kemenkes serta kesimpulan investigasi. Terdapat lima poin kesimpulan. Pertama, layanan medik sudah diberikan pihak rumah sakit. Namun, untuk menilai kesesuaian dengan standar maka akan tetap ditindaklanjuti dengan audit medik oleh profesi. Kedua, ditemukan memang ada kesalahan pada pelayanan administrasi dan keuangan yang diberikan oleh rumah sakit terhadap status pasien. Ketiga, pasien tetap membayarkan biaya perawatan dan diterima oleh pihak rumah sakit. Keempat, kebijakan internal rumah sakit belum berjalan dengan baik dan ada kebijakan uang muka yang tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan. Kelima, kebijakan rumah sakit belum secara utuh diketahui oleh petugas yang berada di layanan informasi.
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Ardiansyah Parman, mengatakan kasus bayi Debora menjadi peringatan penting bagi peningkatan pelayanan rumah sakit di Indonesia. Dia menegaskan, kejadian buruknya pelayanan rumah sakit pada kondisi kritis pasien masih kerap terjadi di Indonesia. Ardiansyah mengatakan untuk menekan terjadinya kejadian yang sama, diperlukan perbaikan berspektrum luas, bukan hanya tumbal sulam. Artinya, banyak hal yang perlu diperbaiki, seprti akses terhadap unit-unit pelayanan kesehatan di wilayah, ketersediaan dokter dan tenaga medis. Ardiansyah juga menyoroti kesenjangan pelayanan kesehatan di Indonesia. Dimana, selama ini banyak daerah tidak mendapat pelayanan yang optimal seperti yang diperoleh oleh masyarakat di pulau Jawa. Secara khusus BKPN mendorong agar dimaksimalkan pemanfaatan Information and Communication Technologi (ICT) yang sudah meluas akses dan penetrasinya, untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang mumpuni dan tepat waktu bagi masyarakat, khususnya bagi pasien darurat kritis.
Setelah kejadian ini Pemprov DKI Jakarta memerintahkan semua rumah sakit di Ibukota untuk memberikan pelayanan kesehatan sebelum membicarakan urusan administrasi. Kepala Dinas Kesehatan DKI Koesmadi Priharto telah membuat perjanjian dengan rumah sakit di seluruh DKI Jakarta baik swasta atau RSUD untuk menerima pasien dalam kondisi apapun tanpa meminta uang muka terlebih dahulu. Dalam perjanjian ini, menekankan rumah sakit harus melakukan penanganan kepada pasien gawat darurat dan tidak boleh menagih pembiayaan. Perjanjian ini didasari karena masih banyak rumah sakit yang mementingkan keuntungan daripada penanganan pasien. Dalam perjanjian ini sudah ditandatangani sebanyak 187 rumah sakit.
THE POWER OF PUBLIC
1.      Internal dan Eksternal Public
ü  Internal            : Pengelola dan para staf medis RS. Mitra Keluarga Kalideres
ü  Eksternal         : Keluarga pasien dari bayi Debora
2.      Primary, Secondary, and Marginal Public
ü  Primary          : Kementerian Kesehatan
ü  Secondary      : Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta
ü  Marginal        : Press/media massa
3.      Traditional and Future Public
ü  Traditional      : Staf Medis
ü  Future             : Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
4.      Proponents, Opponents, and The Uncommitted Public
ü  Proponents      : Kementerian Kesehatan
ü  Opponents       : Kelompok kepentingan tertentu
ü  Uncommitted   : -
5.      Silent Majority, Vocal Minority
ü  Silent Majority: -
ü  Vocal Minority: Badan Perlindungan Konsumen Nasional
Kelompok 5
Irma Suci Adiyasa – 044116327
Nadya Safhira R. A. – 044116400
Muhammad Yoga Pratama – 044116458
Sumber:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Individu - "PERUSAHAAN BISKUIT OREO MERUSAK HABITAT ORANGUTAN DI INDONESIA" - M. Yoga Pratama (044116458)

Kelompok - PERBEDAAN STAKEHOLDER, SHAREHOLDER, DAN STOCKHOLDER - Nadya, Irma, Yoga

Kelompok - PUBLIC RELATIONS ISSUE AND CRISIS HANDLING