Individu - Mengenal Isu & Jenisnya "TAXI ONLINE" - M. Yoga Pratama (044116458)


Demo Tolak Taksi "Online", Potret Gejolak Era Ekonomi Digital
Inilah potret dari berkah dividen digital yang tertunda. Perkembangan teknologi telah memberi berkah digital untuk ekonomi baru yang lebih efisien, bisa dijangkau untuk semua, dan inovatif. Tapi, semuanya itu belum bisa kita nikmati sepenuhnya. Saat ini, upaya meraih dividen digital di Indonesia sedang bertarung dengan ketidakpastian, ketiadaan kontrol, aturan permainan yang belum adil, dan ancaman “main blokir” aplikasi. Juga, dukungan pemerintah yang kurang terhadap transformasi ke dunia digital, serta kemampuan mengadopsi teknologi bagi dunia usaha konvensional. Untuk kesekian kalinya, para sopir taksi protes atas keberadaan taksi-taksi yang beroperasi dengan menggunakan aplikasi atau biasa disebut sebagai taksi online. Kali ini, unjuk rasa dilakukan ribuan sopir taksi di Jakarta, Senin(14/3/2016).

Inilah pertikaian yang dihasilkan dari berkah digital yang seharusnya disambut gegap gempita. Perselisihan ini sebenarnya bukan hal yang baru. Akhir 2015 lalu, protes serupa juga didengungkan sopir taksi dan ojek pangkalan dari beberapa kota besar di Indonesia. Mereka memprotes praktik angkutan berbasis aplikasi seperti taksi online dan ojek online. Pada Kamis (17/12/2015) tahun lalu, Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat telah mengeluarkan larangan taksi dan ojek online beroperasi. Larangan ini pada akhirnya tak bisa dieksekusi dengan alasan layanan online seperti itu masih dibutuhkan masyarakat. Kemarin, Senin (15/3/2016), Kementerian Perhubungan mengulangi hal senada dengan mengusulkan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika agar memblokir aplikasi taksi online. Menanggapi hal itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menekankan bahwa regulasi angkutan transportasi berbasis aplikasi, seperti Uber dan GrabCar, sepenuhnya ada di tangan Kementerian Perhubungan. "Dari sisi Menkominfo, tidak relevan dengan regulasi, lebih banyak regulasi transportasi dan regulatornya Kemenhub. Ada juga dishub daerah," kata Rudiantara di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/3/2016) sore. Apa yang disampaikan Rudiantara memang beralasan. Inilah titik lemah peran dan fungsi regulator di saat tak ada regulasi yang mengatur ekonomi baru ini. Institusi yang mengatur menjadi limbung karena memang perangkat aturannya belum ada.
Lambatnya respons pemerintah dalam menyediakan regulasi yang jelas dan adil untuk semua pihak, membuat persoalan ini berlarut-larut. Para sopir masih mengusung tuntutan lama yaitu menuntut pemerintah agar menutup bisnis mobil berbasis aplikasi, khususnya GrabCar dan Uber. Sebaliknya, penyedia aplikasi transportasi online seperti GrabCar, bersikeras bahwa mereka bukanlah perusahaan transportasi, melainkan perusahaan penyedia aplikasi. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta berulang kali telah memanggil Uber Asia Limited (Uber Taksi) dan PT Solusi Transportasi Indonesia (GrabCar). Dalam pertemuan itu, kata Basuki, Pemprov DKI Jakarta selalu menegaskan bahwa usaha angkutan umum harus menaati aturan. "Kami sudah sampaikan, kalau Anda mau usaha di sini, di sini tuh ada aturan. Kami tidak menentang program aplikasi, tetapi minimal mobil-mobil Anda mesti didaftarkan," kata Basuki. Basuki pun mengancam, "Makanya, gimana coba tangkapnya? Harusnya kita mulai jebak. Ke depan, kami akan mulai jebak mereka (Uber). Kami kandangin."


JRNIS ISU INTERNAL        : Isu yang bersumber dari internal organisasi. Umumnya hanya diketahui oleh pihak manajemen dan anggota organisasi tersebut. Disini kenapa isu internal? Karena mereka sebagai taksi konvensional kesulitan mendapatkan penumpang karena bermunculan ojek online dan taksi online jadi para sopir taksi protes atas keberadaan taksi-taksi yang beroperasi dengan menggunakan aplikasi atau biasa disebut sebagai taksi online. Untuk kesekian kalinya, para sopir taksi protes atas keberadaan taksi-taksi yang beroperasi dengan menggunakan aplikasi atau biasa disebut sebagai taksi online. Kali ini, unjuk rasa dilakukan ribuan sopir taksi di Jakarta

ASPEK DAMPAKNYA DEVENSIVE ISSUE       : Isu-isu yang cenderung memunculkan ancaman terhadap organisasi dan dapat mengakibatkan kerugian dalam hal reputasi. Dalam hal ini Perusahaan ojek online dan taksi online menjadi dipandang buruk oleh mereka sebagai taksi konvensional, karena akibat adanya ojek online dan taksi online mereka kesulitan mendapatkan penumpang. Para sopir masih mengusung tuntutan lama yaitu menuntut pemerintah agar menutup bisnis mobil berbasis aplikasi, khususnya GrabCar dan Uber. Sebaliknya, penyedia aplikasi transportasi online seperti GrabCar, bersikeras bahwa mereka bukanlah perusahaan transportasi, melainkan perusahaan penyedia aplikasi.. Dalam pertemuan itu, kata Basuki, Pemprov DKI Jakarta selalu menegaskan bahwa usaha angkutan umum harus menaati aturan. Disini ada percakapan bahwa "Kami sudah sampaikan, kalau Anda mau usaha di sini, di sini tuh ada aturan. Kami tidak menentang program aplikasi, tetapi minimal mobil-mobil Anda mesti didaftarkan," kata Basuki.

ASPEK KELUASAN ISI ADVOKASI       : Disini jelas bahwa taksi konvesional sangatlah tida terima dengan adanya ojek online dan taksi online. Karena dengan adanya perusahaan taksi online dan ojek online, kemungkinan besar penumpang yang ingin berpergian lebih baik naik ojek online atau taksi online karena lebih praktis dan murah.

NAMA            : MUHAMAD YOGA PRATAMA  044-116-458
KELAS           : HUMAS 5
MANAJEMEN KRISIS

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Individu - "PERUSAHAAN BISKUIT OREO MERUSAK HABITAT ORANGUTAN DI INDONESIA" - M. Yoga Pratama (044116458)

Kelompok - PERBEDAAN STAKEHOLDER, SHAREHOLDER, DAN STOCKHOLDER - Nadya, Irma, Yoga

Kelompok - PUBLIC RELATIONS ISSUE AND CRISIS HANDLING